Entri Populer

Rabu, 26 Oktober 2011

KINI KHADAFI, SETELAH YANG LAINNYA..

Sekedar Curhat, sekedar meluahkan isi hati, sekedar menuangkan fikiran. Anda tidak perlu sependapat dengan saya, seperti halnya saya juga tidak akan sependapat dengan anda, hanya saja sebagai saudara kita harus tetap saling menghargai atau setidaknya saling mendengar, jika punya waktu kutunggu kau luahkan jua kegelisahanmu sepertiku (itu juga jika anda gelisah) namun jika tidak, paling tidak luangkan sedikit waktumu untuk merasakan betapa gusar dan gelisahnya aku saudaraku……

Melihat Kematian Khadafi sedih tiada terkira hatiku jua bercampur marah, tiba-tiba aku merasa kita sangat lemah, bodoh dan mudah dibodoh-bodohi. Rakyat macam apa yang memperlakukan kejam pimpinan yang memberi kesejahteraan pada rakyatnya?, yang berani melawan setiap kekuatan yang mengancam rakyat dan negaranya. Ia keras secara politis, tapi ia pantas untuk dikatakan Pemimpin Negara Berdaulat sebab ia pemimin yang bebas dari intimidasi dan ancaman siapapun dan besar keberpihakannya pada rakyatnya.
Pertanyaan lebih jauh lagi, siapa yang membakar kejahatan ini?, siapa yang meluapkan kemarahan ini hingga ia berwujud seperti dalam kemarahan iblis?. Puluhan media mengatakan tentang ke-Diktatoran-nya jua mengungkap dan mengatakan tentang kekejamannya dan jutaan lainnya dalam sepi memujinya. Tidakkah kita ingat bahwa tuduhan dan hujatan terhadap Khadafi ini senada dengan tuduhan yang telah dihujatkan pada Saddam Husein di Irak, Ben Ali di Tunisia, Hosni Mubarak di Mesir, Ali Abdullah Saleh di Yaman. Mereka memang pemimpin-pemimpin yang keras dan diktator bukan?. Ya saya juga setuju. Tapi bukankah mereka adalah para pemimpin yang dengan tegas mengambil bagian dan tanggungjawab untuk menyejahterakan rakyatnya.

Aku khawatir ini bentuk penjajahan gaya baru bagi Negara-negara Islam, Negara-negara yang penduduknya mayoritas Islam atau Negara-negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar, satu persatu pimpinan yang tidak bisa diancam, diintimidasi dan tidak bisa diajak menjajah rakyatnya dihancurkan melalui kebodohan rakyatnya sendiri, dengan diadu domba serta digali kesalahan pemimpinnya dengan ditunjukkan kesalahan-kesalahan politiknya dan dicitrakan sebagai kejahatan besar, lalu mereka berbondong-bondong mencaci dan mencari jalan untuk menjatuhkan pemimpinnya. Siapa mereka?, rakyat yang cerdas dan peduli?, yang berfikir apa yang akan terjadi dengan negaranya jika terjadi kekosongan kekuasaan?, yang memikirkan akan bagaiman nasib bangsanya kelak?, tidak takutkah mereka sedang menjebak negaranya dan seluruh saudara senegaranya dalam panjajahan gaya baru yang lebih kejam.

Saudaraku, coba kita fikir, adilkah perlakuan terhadap khadafi?. Benarkah kemarahan rakyatnya yang membunuhnya?, atau tangan Iblis yang tak terlihat yang bergerak semu bersama sebagian rakyatnya yang telah mudah dibakar kemarahan itu?. Lalu siapa lagi setelah ini?* (20102011).

TUJUAN SITA JAMINAN

Oleh: Setia Darma, SH



Dalam hukum acara perdata diatur mengenai sita jaminan, yang pada hakikatnya adalah menjamin kepastian hukum atas hak penggugat dan melindungi penggugat dari itikad tidak baik tergugat ketika gugatan penggugat dikabulkan. Kepastian hukum dalam hal ini terkait erat dengan pelaksaan putusan pengadilan ketika gugatan dimenangkan, karena akan sia-sia gugatan jika tidak dapat dilaksanakan hanya karena tidak ada jaminan harta/benda tergugat atas pemenuhan gugatan tersebut.

Menurut Yahya Harahap, pada intinya sita merupakan tindakan yang didasarkan atas perintah pengadilan untuk menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan selama dalam proses pemeriksaan pengadilan sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dengan tujuan utama agar harta kekayaan tergugat tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual-beli, hibah dan sebagainya.

Menurut Pasal 226 dan Pasal 227 HIR atau 720 RV, maupun berdasarkan SEMA No.5 Tahun 1975 sita jaminan tidak dapat ditetapkan dan putuskan oleh hakim tanpa adanya pengajuan dari penggugat untuk diletakkan sita atas harta/benda baik bergerak mapun tidak bergerak milik tergugat, hal ini merupakan penerapan salah satu asas dalam hukum acara perdata, bahwa hakim bersifat pasif. Artinya, hakim tidak bisa memutus atau menetapkan tentang sesuatu hal tanpa diminta oleh penggugat.

Dengan kata lain sita jaminan yang dilakukan terhadap harta tergugat haruslah berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penggugat kepada ketua pengadilan negeri dimana kasus tersebut disidangkan, pengajuan sita jaminan diatur dalam Pasal 127 (1) HIR, yang intinya menyatakan bahwa sita jaminan dapat dimohonkan oleh penggugat sebelum dijatuhkan putusan atau sudah ada putusan, tetapi putusan tersebut belum dapat dijalankan.

Mengenai tujuan pokok penyitaan, Harun Yahya menyatakan bahwa: “Tujuan pokok penyitaan. Pertama, agar terlindungi kepentingan penggugat dari itikad buruk tergugat, sehingga pada saat putusan berkekuatan hukum tetap, gugatan tidak hampa (illusoir). Serta sekaligus memberi jaminan kepastian bagi penggugat, objek eksekusi apabila putusan berkekuatan hukum tetap”.

Dilihat dari tujuan pokok tersebut, dapat dikatakan bahwa sita jaminan memiliki esensi kepastian hukum dan perlindungan dari itikad buruk tergugat untuk dapat menjamin terpenuhinya hak penggugat manakala ia mampu membuktikan kebenaran dari dalil-dalil gugatannya. (26102011)