Entri Populer

Kamis, 02 April 2009

TENTANG TEORI KAUSALITAS

Oleh: Setia Darma


Setiap perbuatan menimbulkan akibat, baik akibat secara langsung maupun tidak langsung. Namun, tidak semua akibat menimbulkan hukum tertentu atau dengan kata lain tidak semua perbuatan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum bisa ditimbulkan oleh satu perbuatan atau satu delik dan bisa juga ditimbulkan oleh beberapa perbuatan atau serangkaian perbuatan yang saling berhubungan dan saling mendukung untuk terjadinya suatu akibat. Misal:


L hamil diluar nikah dengan N, karena N tidak mau bertanggung jawab, maka L memutuskan untuk menggugurkan kandungannya kepada S yakni seorang bidan didaerahnya. Karena pendarahan hebat usai menggugurkan kandungannya, L dibawa kerumah sakit. Sesampai dirumah sakit, dokter yang seharusnya menolong L sedang mengisi sebuah seminar diluar lingkungan rumah sakit tersebut, sehingga L kehabisan darah dan mati.


Akibat hukum yang ditimbulkan oleh serangkaian perbuatan seperti contoh tersebut, menuntut adanya sebab terdekat yang bisa dimintai pertanggung jawabannya. Dalam hukum pidana, tentang hal tersebut memiliki suatu teori yang disebut teori sebab-akibat.

Suatu akibat yang dilarang dalam KUHP harus ditentukan sebabnya dan dimintai pertanggung jawabannya, oleh karena itu antara sebab dan akibat yang ditimbulkan haruslah memiliki hubungan kausal yang jelas, sehingga bisa dibuktikan bahwa akibat hukum yang terjadi benar-benar disebabkan oleh perbuatan pelaku yang dimintai pertanggung jawabannya

Penentuan sebab suatu akibat dalam hukum pidana adalah merupakan suatu hal yang sulit dipecahkan. Didalam kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), pada dasarnya tidak tercantum petunjuk tentang cara untuk menentukan sebab suatu akibat yang dapat menciptakan suatu delik. KUHP hanya menentukan dalam beberapa pasalnya, bahwa untuk delik-delik tertentu diperlukan adanya suatu akibat tertentu untuk menjatuhkan pidana terhadap pembuat, seperti misalnya pasal 338 KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa. Bahwa pembunuhan hanya dapat menyebabkan pelakunya dipidana apabila seseorang meninggal dunia oleh pembuat menurut pasal 338 KUHP tersebut.

Teori kausalitas atau ajaran sebab akibat, tidak hanya mengajarkan tentang kausalitas pada delik komisi, tapi juga mengajarkan kausalitas pada delik omisi.

Kausalitas disebut juga hubungan sebab akibat, dimana setiap akibat yang muncul harus ditentukan sebab dari akibat tersebut, yakni sebab yang memiliki hubungan kausal dengan akibat. Sehingga, bisa dimintai pertanggung jawabannya pada si pelaku.
Menurut Andi Hamzah dalam bukunya “Asas-asas hukum pidana”, setiap kejadian alam maupun kejadian social tidaklah terlepas dari rangkaian sebab akibat, peristiwa alam maupun social yang terjadi adalah rangkaian akibat dari peristiwa lain maupun social yang telah terjadi sebelumnya. Setiap peristiwa social menimbulkan satu atau beberapa peristiwa social yang lain, demikian seterusnya, yang satu mempengaruhi yang lain, sehingga merupakan rangkaian sebab akibat.
Jadi, hubungan kausal yang ada, yang saling terkait dan saling mempengaruhi itulah yang yang disebut dengan kausalitas atau hubungan sebab akibat.

Untuk menentukan adanya suatu perbuatan pidana yang bisa dimintai pertanggung jawabannya, diperlukan ajaran sebab akibat. Dimana ajaran sebab akibat sangat berperan dalam hal menentukan unsur perbuatan yang menimbulkan akibat. Sehingga, dapat ditentukan hubungan antara akibat tertentu dengan perbuatan orang yang menimbulkan akibat. Dengan demikian, bahwa orang tersebut telah melakukan tindak pidana dan dituntut untuk dipertanggung jawabkan kepadanya.
Jadi, tujuan ajaran sebab akibat (causaliteitsleer) adalah :
1. Untuk menentukan hubungan antara sebab – akibat, yang berarti menentukan adanya atau tidak adanya tindak pidana.
2. Untuk menentukan pertanggung jawaban seseorangatas suatu akibat tertentu yang berupa suatu tindak pidana.

Demikian sekilas tentang teori kausalitas dalam hukum. Semoga jika ada kesempatan, akan saya uraikan sedikit mengenai macam2 teori kausalitas.

SEKILAS TENTANG ETIKA

Oleh: Setia Darma


Etika merupakan perangkat penting dalam kehidupan manusia. Jika diibaratkan manusia adalah computer, maka kedudukan etika adalah sebagai anti virus yang menjaga computer untuk tetap bekerja dengan fungsinya tanpa merusak program atau data yang telah ada dan akan ada.
Etika hanyalah barang abstrak, tidak memiliki ukuran fisik atau bentuk konkrit lainnya, namun bukan berarti etika tidak mampu teridentifikasi, etika adalah sistem nilai dalam kehidupan, yang lahir dari fikiran manusia yang terbentuk menjadi karakter untuk selanjutnya akan tercermin dalam setiap tindakan dan langkah-langkahnya dalam pergaulan.
Etika tidak jarang diartikan sama dengan moral, padahal keduanya berbeda. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa etika dalam arti sempit dan moral sama-sama memiliki pengertian harfiah sebagai ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’ dan keduanyapun sama-sama merupakan system nilai. Namun, jika diartikan dan dibahas lebih lanjut, etika dan moral memiliki pengertian yang sangat berbeda.
Etika memiliki pengertian luas sebagai filsafat moral, yang merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia serta mengenai masalah –masalah kehidupan manusia yang mendasarkan diri pada nilai dan norma-norma moral yang umum diterima.
Sebagai kajian kritis, etika kemudian mendasari banyak profesi dalam kehidupan manusia sebab etika lebih dapat dipertanggungjawabkan dari sekedar moral yang terkadang hanya lahir dari kebiasaan masyarakat atau penduduk, sangat berbeda dari etika yang eksis karena sebuah kajian yang rasional.

Etika tidak memiliki kekuatan hukum yang dapat dipaksakan keberlakuannya. Namun, sebagai sistem nilai, tentu Etika memiliki peranan penting sebagai pedoman dalam bertindak. Semua profesi setidaknya harus memiliki etika, sepeti: hakim, advocat, jaksa dan/atau PU, polisi, dokter, artis dll. Pada umumnya, pada setiap profesi tersebut etika profesi mereka dirangkumkan kode etik profesi, tentu setiap profesi memiliki kode etik yang berbeda, walaupun secara umum memiliki maksud dan tujuan yang sama.

Walaupun etika tidak dapat dipaksakan, namun individu yang memiliki tanggungjawab moral yang besar akan menjadikan kode etik profesinya sebagi anti virus dalam pelaksanaan tugasnya. Semoga setiap Profesional memiliki etika dan tanggungjawab moral besar dalam profesinya masing-masing, demi Indonesia dan masyarakat indonesia yang lebih baik dan lebih membanggakan. Amiiin.