Entri Populer

Selasa, 30 Maret 2010

POSITIVISME HUKUM

By: Setia Darma


Posivisme hukum (aliran hukum positif) memisahkan antara hukum yang berlaku (das sein) dengan hukum yang seharusnya (Das sollen). Aliran ini dibedakan dalam 2 (dua) corak:
1. Aliran hukum Posif Analitis (Analitical Yurisprudebce), dipeloporo John Austin.
2. Aliran Hukum Murni (Reine Rechtlehre), dipelopori oleh Hans Kelsen.


A. Aliran hukum Posif Analitis; John Austin (1790-1859)

Menurut Austin Hakikat hukum adalah “Perintah”, hukum dipandang sebagi suatu sistem yang tetap, logis dan tertutup. Austin membedakan hukum dalam 2 (dua) jenis, yakni:
1. Hukum dari Tuhan untuk Manusia (The Divine Laws)
2. Hukum yang dibuat oleh Manusi, terbagi atas:
a. Hukum yang sebenarnya, yang disebut juga hukum positif.

Hukum positif meliputi hukum yang dibuat oleh Penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hakn yang diberikan padanya. Hukum yang sebenarnya memiliki 4 (empat) unsure, yaitu :
i. Perintah (Command)
ii. Sanksi (Sanction)
iii. Kewajiban (Duty)
iv. Kedaulatan (Sovereignity)
b. Hukum yang tidak Sebenarnya, yakni hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai hukum.


B. Aliran Hukum Murni; Hans Kelsen (1881-1973)

Menurut Kelsen Hukum harus dibersih dari anasir-anasir Non Yuridis. Baginya hukum adalah “Sollenkategorie” (kategori keharusan/ideal), bukan “Seins Kategorie” (Kategorei Faktual). Kelsen termasuk kaum Neokantian yang menggunakan pemikiran Kant tentang pemisahan bentuk dan isi. Bagi Kelsen hukum berurusan dengan bentuk (forma) bukan isi (materia). Jadi, keadilan sebagai isi hukum berada diluar hukum.
Kelsen Mengakui bahwa hukum positif bisa tidak efektif karena perubahan dalam masyarakat, gejala ini dikenal dengan istilah Dekriminalisasi dan Depenalisasi.
Kelsen juga dikenal sebagai pengembang teori jenjang (stufentheorie) yang melihat hukum sebagai suatu system yang terdiri dari susunan Norma yang berbentuk piramida. Semakin tinggi Norma akan semakin Abstrak sifatnya dan semakin rendah akan semakin konkrit. Norma yang paling tinggi dalam teori jenjang Kelsen disebut Grundnorm (Norma Dasar) atau Ursprungnorm. Ajaran Kelsen sering disebit sebagai Mazhab Wina.


Wallahua'lam Bisshowaab...
By: Setia Darma


Posivisme hukum (aliran hukum positif) memisahkan antara hukum yang berlaku (das sein) dengan hukum yang seharusnya (Das sollen). Aliran ini dibedakan dalam 2 (dua) corak:
1. Aliran hukum Posif Analitis (Analitical Yurisprudebce), dipeloporo John Austin.
2. Aliran Hukum Murni (Reine Rechtlehre), dipelopori oleh Hans Kelsen.


A. Aliran hukum Posif Analitis; John Austin (1790-1859)

Menurut Austin Hakikat hukum adalah “Perintah”, hukum dipandang sebagi suatu sistem yang tetap, logis dan tertutup. Austin membedakan hukum dalam 2 (dua) jenis, yakni:
1. Hukum dari Tuhan untuk Manusia (The Divine Laws)
2. Hukum yang dibuat oleh Manusi, terbagi atas:
a. Hukum yang sebenarnya, yang disebut juga hukum positif.

Hukum positif meliputi hukum yang dibuat oleh Penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hakn yang diberikan padanya. Hukum yang sebenarnya memiliki 4 (empat) unsure, yaitu :
i. Perintah (Command)
ii. Sanksi (Sanction)
iii. Kewajiban (Duty)
iv. Kedaulatan (Sovereignity)
b. Hukum yang tidak Sebenarnya, yakni hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai hukum.


B. Aliran Hukum Murni; Hans Kelsen (1881-1973)

Menurut Kelsen Hukum harus dibersih dari anasir-anasir Non Yuridis. Baginya hukum adalah “Sollenkategorie” (kategori keharusan/ideal), bukan “Seins Kategorie” (Kategorei Faktual). Kelsen termasuk kaum Neokantian yang menggunakan pemikiran Kant tentang pemisahan bentuk dan isi. Bagi Kelsen hukum berurusan dengan bentuk (forma) bukan isi (materia). Jadi, keadilan sebagai isi hukum berada diluar hukum.
Kelsen Mengakui bahwa hukum positif bisa tidak efektif karena perubahan dalam masyarakat, gejala ini dikenal dengan istilah Dekriminalisasi dan Depenalisasi.
Kelsen juga dikenal sebagai pengembang teori jenjang (stufentheorie) yang melihat hukum sebagai suatu system yang terdiri dari susunan Norma yang berbentuk piramida. Semakin tinggi Norma akan semakin Abstrak sifatnya dan semakin rendah akan semakin konkrit. Norma yang paling tinggi dalam teori jenjang Kelsen disebut Grundnorm (Norma Dasar) atau Ursprungnorm. Ajaran Kelsen sering disebit sebagai Mazhab Wina.


Wallahua'lam Bisshowaab...

Minggu, 28 Maret 2010

ALIRAN HUKUM ALAM

BY: SETIA DARMA


Menurut friedman aliran ini timbul karena kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang absolute. Kebebasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa melalui penalaran hakikat makhluk hidup akan diketahui. Pengetahuan tersebut mengkin menjadi dasar bagi tertib social serta tertib hukum eksistensi manusia. Aliran hukum alam menurut sumbernya terbagi atas hukum alam Irasional dan hukum alam rasional.

A. Hukum Alam Irasional
Hukum alam ini berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari Tuhan secara langsung, penganut aliran ini antara lain; Thomas Aquinas, John Salisbury, Dante Aliegry, Piere Dubois, Marsilius Padua, Wiliam Occam, John Wycliffe dan Johannes Huss.

1. Thomas Aquinas (1225-1274)
Filsafatnya berkaitan erat dengan teologi. Menurutnya, yang tidak dapat ditembus oleh akal memerlukan iman untuk dapat memahami pengetahuan. Oleh karena itu menurut Aquinas ada dua pengetahuan yang berjalan bersama, yakni;
a. Pengetahuan alamiah berpangkal pada akal
b. pengetahuan iman berpangkal wahyu
Tentang hukum, Aquinas mendefenisikannya sebagai ketentuan akal untuk kebaikan umum yang dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat, ada empat macam hukum yang diungkapkan oleh Aquinas, yakni;
a) lex Aeterna hukum rasio Tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia
b) lex divina  hukum rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh pancaindra manusia
c) Lex Naturalis  Hukum alam, yaitu penjelmaan dari lex aeterna kedalam rasio manusia
d) Lex positivis  Penerapan lex Naturalis dalam kehidupan manusia didunia.

2. John Salisbury (1115-1180)
Rohaniawan abad pertengahan ini memiliki pandangan dengan pendekatan organis, menurutnya Negara dan gereja perlu bekerjasama. Menurutnya Penguasa harus memperhatikan hukum yang tertulis dan tidak tertulis, kemudian rohaniwan memberi arahan kepada penguasa agar tidak merugikan rakyat dan mengabdi pada gereja.

3. Dente Aligiery (1265-1321)
Menurut Filsuf abad pertengahan ini keadilan akan dicapai dengan adanya pemerintahan absolute yang akan menjadi badan tertinggi yang memutuskan perselisihan antara penguasa yang satu dengan yang lainnya. Dasar hukumnya adalah yang mencerminkan hukum Tuhan. Dan yang ia maksud badan tertinggi itu adalah kekaisan Romawi.

4. Piere Dubois (Lahir 1255)
Filsuf prancis ini mencitakan kerajaan prancis yang memerintah dunia dengan kekuasaan yang langsung dari Tuhan untuk membuat aturan yang universal dan memerintah dunia.

5. Marsilius Padua (1270-1340) dan William Occam (1280-1317)
Marsilius Padua; Negara berada diatas kekuasaan Paus. Kedaulatan tertinggi ditangan Rakyat dan hukum harus mengabdi pada rakyat.
Filsafat Occam sering disebut Nominalisne lawan dari pemikiran Thomas. Occam bahwa Rasio manusia Tidak dapat memastikan suatu kebenaran.


6. John Wycliffe (1320-1384) dan Johannes Huss (1369-1415)
Bagi Wicliffe Gereja dan pemerintah memiliki lahan masing-masing, tidak boleh saling mencampuri. Huss menyatakan bahwa gereja tidak perlu mempunyai hak milik, penguasa dapat merampas hak yang disalah gunakan oleh gereja.



B. Hukum Alam Rasional

Aliran hukum alam yang Rasional berpendapat bahwa sumber dari hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia. Tokoh aliran ini antara lain; Hugo De Groot (Grotius), Cristian Thomasius, Immanuel Kant dan Samuel von Pafundorf.

1. Hugo De Groot (Grotius) (1583-1645)
Grotius dikenal sebagai bapak hukum internasional karena mempopulerkan konsep-konsep hukum dalam hubungan antar Negara, seperti hukum perang dan damai serta hukum laut. Menurutnya hukum bersumber dari rasio manusia dan tidak dapat diubah walaupun oleh Tuhan, tetapi diberi kekuatan mengikat oleh Tuhan.

2. Samuel V.P. (1632-1694) dan Christian Thomasius (1655-1728)
Samuel (Jerman); hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran yang murni. Menurutnya hukum alam yang lahir dari factor-faktor yang bersifat takdir dan berdasarkan sifat manusia yang fitri, seperti naluri akan terdesak kebelakang. Disisi lain undang-undang akan semakin maju. Menurut Thomasius manusia hidup dengan berbagai macam Naluri yang bertentangan, sehingga diperlukan aturan yang mengikat.

3. Immanuel Kant (1724-1804)
Dikenal sebagai penganut Filsafat kritis dengan paham Empirisme, berpendapat bahwa sumber pengetahuan manusia bukan rasio, melainkan pengalaman (empiris), tepatnya pengalaman yang berasal dari pengenalan inderawi, filsafat kantesius dari empiris dengan rasional yakni filsafat rasionalis yang memulai perjalanan dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio.

Wallahua'lam Bisshowaab...

Senin, 15 Maret 2010

CATATAN SANG "TITIK"

By: Setia Darma


Kehidupan ini tidak harus biru seperti yang ku inginkan, juga tidak harus mulus dan lurus seperti yang kuharapkan. Aku harus mengerti dengan benar bahwa kehidupan punya warnanya sendiri seperti yang ia inginkan, ia juga memiliki cacat seperti yang seharusnya ia miliki serta memiliki cabang karena memang itu yang digariskan untuk kehidupan.
Aku memang hanya titik kecil, tapi entah mengapa aku selalu ingin menjadi besar. Aku tidak perduli berapa ribu orang yang mengatakan bahwa aku kecil, yang pasti aku merasa aku tidak sekecil bentuk konkritku, aku memiliki fikiran, ide, sudut pandang, perasaan. Dengan semua itu aku merasa istimewa lebih istimewa daripada garis.
Aku memang hanya sebuah titik kecil, tapi aku tidak pengecut. Aku tidak takut untuk berkata “tidak” didepan malaikat sekalipun, jika itu memang “tidak”. Aku bukan pecundang yang roboh pada pandangan pertama pangeran cinta dan aku bukan penakut yang menyerah sebelum berperang. Aku fikir aku kuat, sebab kepalaku kepala batu, mentalku mental baja, tangan dan kakiku besi, ideologiku seperti karang.
Aku tidak takut pada warna hitam seperti aku yang tak takut pada malam, aku tak takut pada putih seperti aku tak takut pada siang, aku tak takut pada hujan juga tak takut pada panas, aku tak takut pada mati walaupun hidup tak pernah kupilih, aku tidak takut berapa ribu kata ancaman keluar untukku sebab aku merasa kau sendiri sebuah ancaman, aku tidak takut pada kegagalan sebab keberhasilan belum tentu baik untukku, aku tidak takut pada kemiskinan sebab kekayaan tak kan mampu menyelamatkan ku dari pertanggung jawaban, aku tak takut pada penderitaan karena aku yakin kebahagiaan tak kan menyelamatkanku dari kematian.
Aku tidak takut semua itu….., sama sekali tidak takut!. Tapi, aku sangat takut Allah meninggalkanku, mengabaikanku karena nistaku sudah tak terukur, karena kesombonganku melampaui batas, karena kebodohanku tak berujung, karena keserakahanku tak bertepi, karena kebusukan hatiku sudah tak lagi terobati.
Aku takut.., sangat takut!. Aku takut Allah takkan meridhoiki, aku takut Allah takkan merahmatiku karena kedholimanku, karena kejahatan lidahku, karena zina mataku, karena pengkhianatan hatiku, karena kejahilan tanganku, karena kecerobohan kakiku. Aku takut!, ketika gelap dan sempit kuburku tanpa rahmat dariNYa, ketika panas padang mahsyar tanpa naungan dariNya, ketika malAikat menyiksaku tanpa perlindungan dariNya, ketika shirotol mustaqim terasa kecil dan tak mampu kuseberangi tanpa bimbingan dariNya. Aku takut…aku takut pada murka Allah, sangat takut!.
Aku takut ketika rosulallah tidak sudi mengakuiku sebagai umatnya karena kemunafikanku. Aku takut, ketika Rosulallah mengeluarkan aku dari jama’ahnya karena pengkhianatanku pada sunnahnya, aku sangat takut, entah aku harus bagaimana..?, aku takut!.
Aku memang hanya sebuah titik kecil, tapi aku tidak jahat. Aku tidak mau berniat menyakiti orang lain, aku tidak mau merugikan orang lain, aku tidak mencuri, anti bagiku merebut hak orang lain. Aku juga tidak egois!, aku tidak mau bahagia sedang orang lain kubuat menderita, aku tidak mau menyusahkan orang lain demi diriku sendiri, aku juga tidak mau memanfaatkan orang lain walaupun aku sangat membutuhkannya.
Aku memang hanya sebuah titik kecil, tapi aku tidak mau disakiti. Aku tidak rela dijadikan korban bagi kesenangan orang lain, aku akan membela diriku jika aku merasa dirugikan, aku tidak sudi dijadikan kambing hitam dari perbuatan orang lain, aku tidak mau dituduh walaupun untuk hal-hal kecil, aku tidak mau disalahkan dalam hal apapun, aku tidak mau dimanfaatkan walaupun sedikit, aku tidak mau dibuat susah oleh orang yang tidak tau diri, aku tidak rela melakukan banyak hal untuk orang yang kuanggap jahat, aku tidak mau harga diriku dilecehkan walaupun sedikit, aku tidak mau aqidahku diinjak-injak walaupun hanya melalui sepatah kata, aku tidak akan membiarkan keluargaku terhina.
Aku memang hanya sebuah titik kecil, tapi aku baik, walau tak jarang aku melukai orang lain.
Aku adalah titik kecil yang berusaha mencari makna keberadaanku. Agar mampu kurengkuh tangan suci penciptaku, agar tak malu aku mengharap rahmatNya, agar pasti akhir hidupku dalam RidhoNya. Amin.

Minggu, 14 Maret 2010

SEKILAS MENGENAI DOMAIN NAME

Oleh: setia Darma


1. Internet dan Aplikasinya

Sebelum menjadi jaringan internet, awalnya adalah program komputer yang merupakan layanan otomatis tanpa mengenal lintas jarak dan waktu. Sebuah program yang memang tidak bisa disebut sederhana, mengingat sejak lahirnya program komputer banyak kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh layanannya. Menurut Andi Hamzah dan Boedi D. Marsita terdapat dua pendapat yang secara umum merangkum pengertian-pengertian lainnya mengenai komputer, diuraikan oleh keduanya sebagai berikut :
Pendapat pertama, yang dimaksud dengan komputer adalah:
komputer merupakan serangkaian atau kumpulan mesin elektronik yang bekerja bersama-sama dan dapat melakukan rentetan atau serangkaian pekerjaan secara otomatis melalui instruksi/ program yang diberikan kepadanya.
Pendapat kedua, yang dimaksud dengan komputer adalah :
Komputer adalah suatu rangkaian peralatan-peralatan dan fasilitas yang bekerja secara elektronis, bekerja dibawah control suatu operating sistem, melaksanakan pekerjaan berdasarkan rangkaian insrtuksi-instruksi yang disebut program serta mempunyai internal storage yang digunakan untuk menyimpan operating sistems, program dan data yang diolah.

Dari dua pendapat tersebut, Andi Hamzah dan Boedi D. Marsita memberikan gambaran mengenai komputer dengan tiga ciri yang pada intinya sebagai berikut ; “pertama, komputer merupakan suatu sistem yang bekerja bersama-sama secara elektronis. Kedua, Komputer memiliki alat penyimpan data dan program. Terakhir, komputer hanya akan bekerja jika dioperasikan, dengan kata lain komputer bekerja dibawah control”.
Pada perkembangan selanjutnya, mengikuti tuntutan manusia untuk mempermudah setiap kegiatannya. Maka teknologi barupun dikembangkan untuk memenuhi tuntutan itu dengan menggabungkan antara komputer dengan teknologi telekomunikasi. Penggabungan kedua bentuk teknologi tersebut melahirkan Internet (interconnected network) dengan layanan kilat lintas negara, “pada titik inilah babak awal gelombang perubahan peradaban yang ketiga sebagaimana dirumuskan Alvin Toffler dimulai, yaitu era informasi”. Diuraikan oleh A. Muis mengenai kecenderungan globalisasi media massa yang pada intinya dinyatakan bahwa informasi mengalir dalam hitungan detik keseluruh dunia, menjangkau nyaris seluruh masyarakat internasional dengan volume dan frekuensi yang besar yang menjadikan “mengerutnya” jarak antara berbagai tempat diseluruh dunia.
Abdul Wahid dan Muhammad Labib menyatakan bahwa : ”Informasi merupakan inti globalisasi”, diuraikan lebih lanjut olehnya yang pada intinya menyatakan bahwa informasi akan menjadi sarana mencapai interdepedensi ekonomi dunia melalui peningkatan volume dan transaksi perdagangan dan arus modal internasional yang pada akhirnya akan membawa penduduk planet Bumi menjadi suatu ‘world society’.
Sebagai jaringan komunikasi lintas Negara yang memiliki kecepatan akses dalam hitungan detik, untuk masyarakat modern, internet menjadi sarana untuk berbagai kepentingan dalam kehidupan mereka, termasuk hubungan pribadi dan bisnis. Sebuah kondisi yang menjanjikan kecepatan dan kemudahan untuk menjalin hubungan antar Negara, pemasaran, akses informasi dan lain-lain.
Dalam hal pemasaran, internet menjadi alat pemasaran paling praktis, murah dan cepat. Bagi banyak perusahaan terutama yang telah go publik internet merupakan sarana yang efektif untuk merambah pasar internasional melalui situs-situs yang mereka daftarkan pada umumnya dengan nama domain perusahaan untuk lebih mudah dikenal dan diidentifikasi oleh pelanggan atau calon pelanggan mereka. Tidak mengherankan jika kemudian nama perusahaan sekaligus dijadikan sebagai nama alamat situs perusahaan di Dunia maya.


2. Mekanisme dan Kaidah hukum Pendaftaran Nama Domain

Sebagai sistem penamaan yang berupa alamat di Internet, nama domain pada perkembangannya menjadi identitas di dunia maya yang terkait erat dengan dunia nyata khususnya pada bidang pemasaran. Kebanyakan perusahaan mendaftarkan nama domain mereka sebagai website yang dimanfaatkan untuk membuka jaringan Internasional. Pada intinya diuraikan oleh Ahmad Ramli bahwa penamaan domain sendiri bersifat standard dan hirarkis melalui sistem penamaan yang terhubung diseluruh dunia dengan nama Domain Name Sistem (DNS) yang memberikan identitas atas sebuah server di Internet. Selanjutnya dinyatakan oleh Ahmad M. Ramli mengenai lembaga pendaftaran dan pengelolaan nama domain diseluruh dunia sebagai berikut :
Sejarah awalnya IANA memberikan delegasi wewenang pendaftaran dan pengelolaan nama domain generic Top Level Domain (gTLD) kepada Network Solution Incorporation (NSI) untuk domain .com (dot com), .net (dot net) dan .org (dot org). NSI menerima pendaftaran nama domain melalui situs InterNIC (Internet Network Information Centre), sedangkan untuk country code Top Level Domain (ccTLD) pengelolaannya diserahkan kepada tiap Negara.

Tanggal 25 November 1998 Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) terbentuk dan kemudian mengambil alih tugas IANA. Sejak saat itu pendaftaran nama domain tidak lagi menjadi monopoli NSI, tetapi dapat dilakukan melalui registrar lain yang diakreditasi oleh ICANN. InterNIC kemudian difungsikan sebagai pusat informasi terpadu tentang Internet secara global.

Lembaga pendaftaran nama domain pada setiap Negara berbeda, di Amerika Serikat pendaftaran dilakukan pada lembaga yang bernama InterNIC yang sekaligus merupakan pusat informasi terpadu tentang internet secara global dan di Indonesia pendaftaran dapat dilakukan pada Indonesian Network Information Centre (IDNIC). Pendaftaran dapat dilakukan secara online pada lembaga yang telah ditentukan di negara dimana nama domain didaftarkan dengan jumlah pembayaran ditentukan oleh lembaga tersebut. Ada perjanjian yang dibuat berskala internasional oleh ICANN dalam Uniform Domain Name Dispute Resolution Policy (URDP) sebagai aturan tertulis yang menjadi dasar penyelesaian sengketa tertentu mengenai nama domain yang timbul atau mungkin timbul.
Semua website yang terdaftar melalui jaringan ICANN terikat pada perjanjian yang dibuat oleh ICANN tersebut, termasuk semua Website Indonesia yang terdaftar melalui IDNIC yang diakreditasi oleh ICANN. Namun, IDNIC atau ICANN tidak selalu memastikan mengenai itikad baik/ buruk dari register ketika mendaftarkan nama domain mereka, sehingga ada kemungkinan kecurangan yang dilakukan oleh register terlepas dari kuasa registrar yang menyebabkan timbul delik setelahnya. Dinyatakan oleh Sabartua Tampubolon bahwa : “registrar tidak akan bertanggungjawab terhadap segala implikasi hukum yang berkenaan dengan nama domain tersebut, kecuali yang diakibatkan karena kelalaiannya dalam mengemban amanat tersebut”.
Pendaftaran nama domain memakai prinsip ‘First come first serve’ yang artinya pendaftar pertama adalah pemilik domain, kondisi seperti ini menurut Ahmad M. Ramli tidak mengenal uji substansi pada saat pendaftaran. Diuraikan olehnya sebagai berikut :
Hal ini dapat dipahami mengingat secara teknis uji substantif akan menghilangkan sifat teknologi internet yang semuanya dilakukan secara virtual, tanpa kontak fisik, berlangsung demikian cepat dan pengecekannya dilakukan melalui teknologi internet yang sangat efisien. Dengan demikian pengecekan yang dilakukan pengelola nama domain cukup dengan mencocokkan nama domain dalam proses pendaftaran dengan nama domain yang telah terdaftar sebelumnya, jika ternyata tidak terdapat kesamaan secara utuh maka pendaftaran nama domain baru dapat diterima.

Prinsip ini memberi peluang bagi siapa saja yang akan mendaftarkan nama domain sebagai website yang akan dimanfaatkannya, walaupun itu bukan namanya/ nama perusahaannya. Hal ini menjadi permasalahan ketika ada pihak dengan itikad buruk mendaftarkan domain orang lain untuk mencari keuntungan diri sendiri. Oleh karena itu harus ada prinsip lain yang berdampingan dengan prinsip ‘first come first serve’ atau yang oleh UU ITE dikenal dengan istilah ‘pendaftar pertama’, yakni prinsip ‘itikad baik’, ‘tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat’ dan ‘tidak melanggar hak orang lain’. Keempat prinsip yang berdampingan ini menjadi Prevensi bagi terjadinya delik.
Tidak terlepas dari hal diatas, dunia maya adalah ruang publik dimana setiap orang dapat menjadi bagiannya, saling berinteraksi sebagai masyarakat beradab, bukan ruang bebas tanpa batas yang tidak memiliki aturan. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa : “Ruang cyber atau dunia maya (mayantara) bukanlah dunia yang terpisah dari kehidupan manusia secara nyata, melainkan merupakan bagian/ perluasan dari lingkungan (environment) dan lingkungan hidup (life environment) yang perlu dijaga dan dipelihara kualitasnya”.
Seperti halnya dunia nyata ruang cyberpun memiliki aturan yang didefinisikan bersama oleh pemakai ruang tersebut, aturan dalam ruang cyber memiliki ukuran sama dengan aturan pada ruang “real” mengenai etis atau tidak etis, tercela atau tidak tercela suatu perbuatan. walaupun memiliki kendala dalam menjerat pembuat dan dalam pembuktiannya, namun aturan itu tetap ada dan berlaku di kalangan pengguna ruang cyber.


3. Parasit sebagai perbuatan curang melalui internet

Parasit adalah bentuk ketiga dari kejahatan nama domain, menurut Budi Rahardjo yang pada intinya menyatakn bahwa kejahatan nama domain dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis. Yakni: pertama, mendaftarkan nama domain badan usaha, organisasi, orang lain atau pihak lain di luar dirinya kemudian dijual pada pemilik nama domain tersebut dengan harga yang jauh lebih mahal (cyber squatter). Jenis pertama ini mirip calo karcis yang tujuan utama mencari keuntungan pribadi dengan merugikan orang lain. Kedua, membuat domain plesetan (typosite) yang juga bertujuan mencari keuntungan. Domain plesetan ini biasanya didaftarkan untuk menjerat pengguna internet masuk dalam situs yang diinginkan pembuat untuk diarahkan dengan maksud tertentu, atau dalam bentuk lain seperti kasus klikbca.com, dimana situs klikbca.com diplesetkan menjadi clikbca.com, clikbac.com dan klikbac.com. Dalam kasus ini pelanggan yang salah ketik klikbca.com, kemungkinan besar akan masuk dalam situs plesetannya. Modus ini bertujuan untuk membuat pelanggan memasukkan nomor pinnya, ketika pin sudah masuk kedalam situs plesetan, maka pembuat akan mudah menarik account pelanggan yang terjebak.
Bentuk cyber squatting yang ketiga adalah mendaftarkan dan menggunakan nama domain saingan yang lebih populer darinya. Pendaftaran domain saingan ini dapat terjadi dengan beberapa alasan. Pertama, membajak situs saingan dengan tujuan membatasi pemasaran saingannya tersebut. Kedua, menjaring pelanggan saingan untuk masuk dalam situs tersebut kemudian diarahkan untuk masuk dalam server tertentu pada situs tersebut dan yang terakhir, bertujuan merusak nama baik saingan di mata pelanggannya melalui Nama domain saingannya tersebut.
Kejahatan nama domain jenis ketiga ini oleh Didik M. arief Mansyur disebut sebagai parasite (parasit). Diuraikan lebih lanjut oleh Didik M. Arief Mansyur sebagai berikut :
Parasite mempunyai modus mirip dengan cyber-squatters. Perbedaannya terletak pada pemakaian merk dagang sebagai domain name, sementara konsumen pada umumnya mempunyai anggapan domain name sama dengan merk dagang. Hal ini tentunya sangat sangat merugikan pedagang, khususnya merk dagang terkenal, misalnya dalam kasus penggunaan merk dagang Mustika Ratu sebagai domain name perusahaan lain yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan produk kosmetik yang selama ini menjadi trade mark PT. Mustika Ratu.

Penggunaan nama domain orang lain dengan bergantung pada mereknya yang terkenal untuk melakukan penawaran adalah indikasi dari adanya perbuatan curang, parasit selain bergantung pada merek yang lebih populer juga berakibat pada tertutupnya kemungkinan pemilik merek mendaftarkan nama domainnya sendiri, mengingat azas “first come first serve” yang dianut dalam pendaftaran nama domain.
Untuk dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan nama domain ini salah satunya adalah pentingnya menekankan itikad baik bagi pendaftar.


4. Keterkaitan Nama Domain dan Merek Dagang

Pengertian tentang nama domain ini dikutip oleh Tampubolon Sabartua dari Cita Citrawinda Priapantja yang menyatakan : “Domain name adalah nama suatu situs di Internet (Komputer Address). ‘domain name’ bukan HAKI, ‘domain name’ tidak dilindungi hukum, tidak seperti hak cipta, paten dan merek”. Nama domain dan merek dagang jelas berbeda, nama domain bukanlah merek dagang yang mendapat perlindungan hukum melalui undang-undang merek. Edmon Makarim dalam bukunya Kompilasi Hukum Telematika menguraikan sebagai berikut : “Nama domain hanyalah keberadaan suatu alamat dalam suatu jaringan komputer global (Internet),…. dibangun berdasarkan atas asas kebebasan berinformasi (freedom of information) dan asas kebebasan berkomunikasi (free flow of information) dari para pihak yang menggunakannya,..”.
Walaupun keduanya memiliki keterkaitan erat, namun tidak dapat dikatakankan bahwa keduanya identik, keduanya “memiliki sistem dan syarat-syarat pendaftaran serta pengakuan eksistensinya secara berbeda”. Pendaftaran nama domain mengenal istilah pendaftar pertama, yang artinya yang pertama mendaftarkan nama domain adalah pemiliknya, tanpa harus ada uji substansi, selama nama domain yang didaftarkan tersebut belum ada yang mendaftarkan sebelumnya maka ia akan mendapatkan nama domain tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan pendaftaran merek, diuraikan Ahmad M. Ramli, bahwa :
Dalam sistem merek, untuk diakui sebagai merek dan lindungi dibawah rezim hukum merek harus terlebih dahulu ditempuh proses pendaftaran, merek dan uji substansi. Di samping itu harus pula ditempuh mekanisme pengumuman dalam waktu tertentu yang memungkinkan pihak-pihak yang dirugikan mengajukan bantahan terhadap pendaftaran merek tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pihak yang dirugikan dapat mencegah pendaftaran merek yang dilakukan orang yang tidak beritikad baik. Merek diakui keberadaannya berdasarkan stelsel konstitutif, dengan kata lain tidak ada perlindungan tanpa pendaftaran.
Walaupun berbeda, bukan berarti tidak ada kaitan antara nama domain dengan merek dagang, seperti diungkapkan sebelumnya bahwa ada keterkaitan erat antara nama domain dengan merek dagang, mengingat keberadaan merek dagang memberi gambaran umum bagi pelanggan akan nama domain perusahaan pada saat pelanggan membutuhkan informasi produk atau hal lain mengenai perusahaan melalui dunia maya. Dinyatakan oleh Sabartua Tampubolon mengenai kemungkinan nama domain menjadi merek dagang, bahwa: “Adakalanya nama domain dapat menjadi merek dagang , apabila pemilik merek dagang kemudian mendaftarkan merek dagangnya ke kantor pengelola nama domain sehingga nama merek dagangnya tidak bisa didaftarkan lagi oleh orang lain”.
Pada prakteknya merek dagang cenderung menjadi nama domain perusahaan yang sama. Hal ini memberi gambaran umum pada masyarakat bahwa nama domain yang terdafatar adalah merek dagang yang ada di dunia nyata, sehingga tumbuh dalam pandangan publik nama situs menggambarkan merek dagang. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendaftaran nama domain orang lain atau merek dagang terkenal oleh mereka yang tidak memiliki hak atas nama tersebut menimbulkan masalah pada praktek dan keberadaannya.


Wallahu a'lam Bisshowaab....

Selasa, 02 Maret 2010

MAHAR DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN ADAT

By: Setia darma

PENDAHULUAN

Mahar atau yang lebih dikenal dengan sebutan maskawin bukan hal asing bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Mahar hanya akan timbul jika ada perkawinan, artinya tanpa didahului dengan adanya perkawinan mahar tidak akan pernah ada.
Disini, untuk berbicara mahar kita perlu tahu tentang perkawinan. Bukan berarti kita harus membedah tentang perkawinan itu sendiri, namun setidaknya perlu diketahui definisi perkawinan itu sendiri. Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1971 Perkawinan adalah Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan Kekal berdasarkan Ketuhanan yang maha Esa .
Ikatan lahir batin yang dimaksud dari definisi perkawinan diatas adalah ikatan yang penuh dengan kerelaan, dan mahar adalah salah satu implikasi dari kerelaan itu. Begitu pentingnya keberadaan mahar, Maka Islam mewajibkan adanya mahar dalam perkawinan.
Di Indonesia yang mayoritas beragama Islam, maharpun diwajibkan. Namun pada perkembangannya dalam masyarakat adat di Indonesia tidak selamanya sesuai dengan aturan Islam, mahar menjadi harga perempuan yang tidak bisa ditawar. Pada akhirnya, mahar yang lahir dari aturan islam menjadi begitu berbeda dan nyaris tidak syar’i ketika ia mulai diterapkan pada masyarakat adat tertentu di Indonesia.
Makalah sederhana ini, berusaha menggambarkan mengenai mahar menurut ajaran Islam dan mengenai mahar menurut masyarakat adat tertentu di Indonesia serta letak perbedaan mengenai mahar diantara keduanya.
Mengingat mengenai mahar serta keterkaitannya dengan perkawinan begitu luas dan kompleks, menjadi suatu kemustahilan bagi penulis memaparkan semuanya dalam bentuk makalah sederhana dan terbatas. Selain itu, penulis sadar betul keterbatasannya dalam pengetahuan dan referensi, sehingga dalam tulisan sederhana ini penulis hanya akan berusaha memaparkan mengenai mahar menurut Aturan Islam dan menurut Masyarakat adat tertentu di Indonesia serta perbedaannya.


MAHAR DALAM PERSPEKTIF AGAMA DAN ADAT

Pengertian Mahar

Mahar disebut juga Shidaq/ Maskawin. Menurut Drs. Sudarsono, S.H., M.Si Mahar adalah pemberian wajib dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan baik berupa uang atau barang dan diberikan ketika akad nikah berlangsung . Dari pengertian tersebut seolah-olah mahar tidak bisa dihutang, sebab dinyatakan oleh Sudarsono bahwa mahar diberikan ketika akad nikah berlangsung.
Berbeda menurut Lembaga Darut Tauhid, mahar adalah sejumlah harta yang diberikan kepada Istri sehubungan akad nikah yang dilaksanakan antara suami Istri . Dari pengertian inipun tergambar seolah-olah mahar diberikan setelah berlangsungnya perkawinan, tergambar dari kalimat pemberian kepada Istri yang menunjukkan bahwa suami memberikan sejumlah harta kepada wanita yang sudah dikawininya.
Mahar sendiri merupakan pemberian wajib, sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh Sudarsono diatas. Wajib menunjuk pada keharusan yang tidak boleh ditinggalkan, Allah Berfirman dalam QS:An-Nisa’: 4; Yang Artinya:
Berikanlah Maskawin atau Mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan…. (QS: An-Nisa’:4).
Mahar dapat diberikan dengan cara tunai atau hutang dan dalam bentuk barang ataupun jasa. Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim; dari Sahl bin Sa’as as Saidi bahwa ada seorang sahabat rosul yang ingin menikah dan tidak memiliki apa-apa sebagai maskawin, maka Rosul menanyakannya; “ Apa yang engkau Hafal dari Al-Qur’an?” dia menjawab, “saya hafal ini dan itu”, selanjutnya Rosul Bersabda,” Pergilah, aku telah mengawinkanmu dengannya dengan mahar ayat Al-Qur’an yang ada padamu untuk kamu ajarkan padanya”.
Hadist yang dipersingkat oleh penulis diatas menunjukkan bahwa mahar tidaklah harus berupa uang atau barang, namun bisa berupa jasa .
Mahar sendiri bukanlah rukun dalam perkawinan, melainkan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Itu sebabnya mahar tidak harus ada pada saat perkawinan berlangsung, mahar bisa dihutang dan dibayar ketika perkawinan sudah berjalan. Mengenai penyebutan jumlah mahar dalam akad, Ali As’ad menyatakan makruh jika tidak menyebutkan jumlah mahar dalam akad .
Dari penjelasan sederhana diatas, dapat disimpulkan mengenai pengertian Mahar secara umum bahwa Mahar adalah pemberian wajib dari laki-laki kepada perempuan yang dinikahinya baik berupa uang, barang atau jasa dan dengan cara tunai ataupun hutang.
Pengertian mahar menurut Aturan Islam dengan adat tidak banyak berbeda, setidak mengenai “pemberian wajib”, bahwa adatpun memberi arti mahar sebagai pemberian Wajib. Namun, Masyarakat adat tertentu di Indonesia tidak mengenal mahar dengan cara hutang atau kredit sekaligus juga tidak mengenal mahar dalam bentuk jasa. Bagi Masyarakat Adat tertentu tersebut Mahar harus berupa uang atau barang dan harus dibayar tunai.


Fungsi Mahar

a) Untuk menghalalkan bercampurnya seorang laki-laki dengan seorang wanita, beberapa hadist Rosul menunjuk pada hal tersebut, antara lain: yang Artinya:
Syarat yang lebih wajib kamu tunaikan adalah sesuatu yang dengannya kamu halalkan kemaluannya (HR.Bukhori dan Muslim)

Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu daud, dikisahkan: yang Artinya:
Dari Jabir: Rosulallah SAW. telah bersabda; “kalau sekiranya memberi makan sepenuh dua tangannya saja untuk maskawin seorang perempuan, sesungguhnya perempuan itu halal baginya” (HR. Ahmad dan Abu Daud) .
b). Sebagai wujud pemuliaan terhadap wanita. Menurut Abdul Halim Mahar merupakan lambing yang nilainya terletak pada perasaan orang yang memberikannya dan keinginannya untuk memuliakan teman hidupnya (Istrinya) .
c). Sebagai Aplikasi Kerelaan seorang laki-laki terhadap perempuan yang dinikahinya. Dalam QS An-Nisa’ ayat 4 Allah berfirman yang pada intinya menyatakan bahwa mahar haruslah merupakan pemberian penuh kerelaan, Artinya laki-laki memberikannya terhadap perempuan yang ia nikahi dengan penuh kerelaan dan tanpa paksaan dari pihak manapun sekaligus sebagai wujud pernyataan kerelaannya menikahi perempuan tersebut.
d). Sebagai Wujud penerimaan seorang perempuan terhadap laki-laki yang menikahinya. Pada konteks ini, penerimaan perempuan terhadap mahar (kecil ataupun besar) yang diberikan laki-laki yang menikahinya adalah wujud kerelaannya menerima laki-laki tersebut apa adanya.
e). Sebagai lambang Tanggung Jawab Suami .
Berbicara mengenai fungsi mahar menurut agama Islam dan menurut Adat dapat dikatakan tidak ada perbedaan, walaupun tidak dapat dipungkiri didaerah-daerah tertentu di Indonesia besar atau kecilnya mahar menjadi indicator kedudukan social maupun ekonomi seseorang, hal ini terkadang mengaburkan fungsi mahar. Seolah-olah mahar berfungsi sebagai penunjuk harga perempuan dan pengukur kelas social ataupun ekonomi si laki-laki ataupun perempuan.

Yang Menentukan Mahar

Dalam Islam tidak ada keharusan siapa yang menentukan mahar, yang paling penting mahar haruslah merupakan pemberian yang penuh kerelaan dan dapat diterima oleh si perempuan. Pada Zaman Rosulallah SAW. mahar ditentukan dari kesanggupan laki-laki untuk memberi pada perempuan yang dinikahinya dan si perempuan rela menerimanya. Berikut adalah salah satu hadist yang mengisahkan tentang mahar: yang Artinya:
Dari Amir bin Rabi’ah: “Sesungguhnya seorang perempuan dari suku fazarah telah nikah dengan maskawin dua terompah, maka Rosulallah SAW. Bertanya kepada perempuan itu: Sukakah engkau menyerahkan dirimu serta rahasiamu dengan dua terompah itu?, jawab perempuan itu: ya, saya ridho dengan itu. Maka Rosulallah membiarkan perkawinan itu”. (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Berbeda dengan Ajaran Islam, dalam masyarakat adat tertentu di Indonesia seperti; lampung dan Sulawesi maskawin ditentukan oleh perempuan atau pihak perempuan.
Mengenai yang berhak menerima mahar, tidak ada perbedaan dalam praktek antara hukum islam dan adat bahwa yang berhak menerima mahar adalah perempuan.


Besarnya Mahar

Islam tidak membatasi besar atau kecilnya mahar. Sebagai pemberian penuh kerelaan, mahar yang diberikan haruslah sesuai dengan kesanggupan si pemberi dalam hal ini laki-laki. Ada beberapa jenis mahar pada zaman Rosulallah SAW. Antara lain ;
1) Mahar lima ratus dirham
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dengan musnad Abu Salamah bin Abdur Rahman bahwa Mahar yang diberikan oleh Rosulallah SAW. Kepada istri-istrinya adalah dua belas Uqiyah dan satu Nasy (setengah Uqiyah / lima Ratus Dirham).
2) Mahar dengan masuknya suami kedalam Agama islam
Hal ini terjadi antara Abu Thalhah dengan Ummu Sulaim.
3) Mahar Emas sebesar Biji Kurma
Dari Anas r.a. bahwa Nabi SAW. Melihat pada Abdur Rahman bin Auf warna kekuning-kuningan, lalu beliau bertanya; “apa ini?” dia menjawab, “ saya telah kawin dengan seorang wanita dengan mahar emas sebesar biji kurma”. Beliau berkata, “Mudah-mudahan Allah memberi berkah kepadamu. Adakanlah Walimah walaupun hanya menyembelih seekor kambing”.(HR. Bukhari dan Muslim).
4) Mahar mengajari Si Wanita beberapa ayat Al-Qur’an
Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim; dari Sahl bin Sa’as as Saidi bahwa ada seorang sahabat rosul yang ingin menikah dan tidak memiliki apa-apa sebagai maskawin, maka Rosul menanyakannya; “ Apa yang engkau Hafal dari Al-Qur’an?” dia menjawab, “saya hafal ini dan itu”, selanjutnya Rosul Bersabda,” Pergilah, aku telah mengawinkanmu dengannya dengan mahar ayat Al-Qur’an yang ada padamu untuk kamu ajarkan padanya”.
5) Mahar dua Terompah
Dari Amir bin Rabi’ah: “Sesungguhnya seorang perempuan dari suku fazarah telah nikah dengan maskawin dua terompah, maka Rosulallah SAW. Bertanya kepada perempuan itu: Sukakah engkau menyerahkan dirimu serta rahasiamu dengan dua terompah itu?, jawab perempuan itu: ya, saya ridho dengan itu. Maka Rosulallah membiarkan perkawinan itu”. (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
6) Mahar Baju Besi
Dari Ibnu Abbas, dia berkata, ‘ketika Ali r.a. kawin dengan Fatimah r.a., Rosulallah SAW. Berkata kepada Ali, “Berikanlah sesuatu (sebagai maskawin) kepadanya. “dia menjawab, “saya tidak punya apa-apa. “Beliau bertanya, “mana baju besi huthamiyah?” Dia menjawab, “Dia ada padaku. “Beliau bersabda, “Berikanlah dia kepadanya”. (HR. Nasai)
7) Mahar Kebun
Ibnu Abbas berkata, “Istri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulallah SAW. Seraya berkata, “ Wahai Rasulallah, aku tidak tercela aga dan akhlaq Tsabit, tetapi aku tidak kuat (hidup) dengannya.’maka Rasulallah SAW. Bertanya, ‘Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya?’ (Maharnya dahulu adalah berupa kebun). Dia menjawab, “Mau”. (HR. Bukhari)
Demikian penentuan mahar menurut Islam, tidak terbatas besar atau kecilnya, Semua harus sesuai kemampuan laki-laki pemberi mahar. Namun, Islam mensyari’atkan mahar yang tidak terlalu besar atau yang berlebih-lebihan. Hadist Rosul: yang Artinya:
Ingatlah, janganlah kamu berlebih-lebihan mengenai maskawin wanita-wanita kamu. Karena kalau maskawin yang mahal itu sebagai tanda kemuliaan didunia atau sebagai tanda taqwa disisi Allah ‘azza Wa Jalla, Niscaya Nabi SAW lebih utama melakukan hal itu daripada kamu. Rosulallah SAW. Tidak pernah memberi maskawin kepada istrinya dan putri-putri beliau juga tidak pernah diberi maskawin lebih dari dua belas uqiyah. Sungguh seseorang berlebih-lebihan didalam memberikan mahar kepada istrinya, sehingga terjadi rasa permusuhan didalam hatinya, dan sehingga dia berkata,’Aku telah dibebani untuk memberikan segala milikku kepadamu’”. (HR.Nasai)
Dari hadist diatas dapat disimpulkan bahwa mahar yang terlalu besar atau yang berlebih-lebihan hanya akan mendatangkan mudharat bagi pasangan tersebut dan akan menjadi benalu bagi rumah tangga mereka. Dalam hadist lain diriwayatkan Rosul bersabda: “ Wanita-wanita umatku yang paling mulia adalah mereka yang cantik parasnya dan sedikit (rendah) maharnya”. Diriwayatkan pula beliau bersabda, “Sesungguhnya wanita yang mendatangkan banyak berkah adalah wanita yang rendah maharnya”.

Lahir dari sumber yang sama, namun tumbuh dan berkembang pada tempat dan kultur yang berbeda. Begitulah mahar, lahir dari Islam namun tumbuh dan berkembang dimasyarakat adat di Indonesia. Lain lubuk lain ikannya, lain rumput lain belalangnya. Mungkin pepatah sederhana ini dapat sedikit menggambarkan bagaimana mahar dalam masyarakat Adat di Indonesia. Islam memang tidak membatasi besar atau kecilnya mahar, bahkan Islam mensyari’atkan mahar yang rendah dan tidak berlebih-lebihan. Namun pada perkembangannya mahar yang ditentukan oleh pihak wanita selalu besar dan berlebihan contohnya; masyarakat adat Sulawesi, masyarakat adat suku tertentu dilampung dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia.

Besarnya mahar yang ditentukan oleh pihak wanita tidak jarang menyebabkan batalnya perkawinan karena ketidak sanggupan pihak laki-laki untuk membayar mahar. Sedangkan pada masyarakat adat mahar yang ditentukan oleh pihak wanita tidak dapat ditawar apalagi dihutang dengan alasan apapun, sehingga jika pihak laki-laki tidak sanggup membayar mahar, maka ia diwajibkan untuk mundur. Dalam masyarakat adat kenyataan social ini sekaligus sebagai indicator kedudukan social dan ekonomi seseorang, semakin terhormat keluarga pihak wanita, semakin besar mahar yang mereka minta. Terhormat disini bisa karena tingkat pendidikan, kedudukan dalam adat (gelar adat) atau bisa juga karena tingkat perekonomian keluarga si perempuan.
Dizaman modern ini pada kehidupan metropolitan tidak perduli latar belakang adat wanita ataupun laki-lakinya mahar sudah tidak ditentukan oleh pihak wanita, namun ditentukan bersama-sama oleh wanita dan laki-laki yang akan menikah. Artinya, besarnya mahar yang akan diberikan oleh laki-laki adalah berdasarkan permintaan si perempuan dan atas kesanggupan si laki-laki. Namun fenomena ini hanya berlaku bagi mereka yang hidup diluar masyarakat adat asal mereka.


REFERENSI

Abu Syuqqoh, Abdul Halim, Kebebasan Wanita, Jilid.5, Jakara: Gema Insani, 1998.
Ali, Muhammad Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, Jakarta: Raja grafindo persada,1995, H.72
As’ad,Ali, Fatchul Mu’in, Yogyakarta:Menara, 1979.
Faridl, Miftah, Pokok-pokok Ajaran Islam, Bandung: Pustaka, 1996.
Lembaga Darut Tauhid, Terj: Al Usrah Al-Muslimah Oleh Chumaidi Umar, Jakarta: Mizan, 1990.
Rasyid, Sulaiman, Fiqih Islam, Cet.XXII, Bandung: Sinar Baru,1989.
Sudarsono, Kamus Hukum, Cet.V, Jakarta: Cineka Cipta, 2007.
Undang - Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1971.
Al-Qur’an
Hadist


Wallahu'a'alam Bisshowab...

Bukan hanya cerita hati: Modernisasi itu.......

Bukan hanya cerita hati: Modernisasi itu.......

Bukan hanya cerita hati: Modernisasi itu.......

Bukan hanya cerita hati: Modernisasi itu.......